Kamis, 05 September 2013

Film "The Ring"Misteri Rekaman Video Terkutuk
Ada trend baru dalam genre horor perfilman Hollywood saat ini. Akhir 1980-an terkenal trend film dengan menampilkan sosok hantu, setan atau mahluk berwajah seram semisal Freddie The Krueger dari seri "Nightmare On Elm Street". Menginjak akhir 1990-an giliran horor bergaya remaja yang naik daun setelah sukses "Scream" dan "I Know What You Did Last Summer". Kini di era milenium, studio besar di Hollywood justru melirik film horor dari wilayah Asia untuk dijadikan model.
KETERTARIKAN pihak Hollywood akan film horor bergaya Asia yang khas, tentu semata bukan karena ceritanya, namun juga fenomena sukses yang ditimbulkan. Bagaimana misalnya sempat terbetik kabar, pihak Hollywood tertarik untuk memfilmkan kembali "Jelangkung" garapan Rizal Mantovani-Jose Purnomo. Ini hanya salah satu contoh, industri film di sana sedang berusaha mencari sesuatu yang baru untuk produksi mereka. Tentu, kabar bahwa cerita horor produksi Indonesia itu diminati orang film Amerika bukan sekadar isapan jempol. Karena sebelumnya, sineas dari negeri Paman Sam itu sudah "mengadopsi" beberapa cerita film horor Asia yang sukses. Untuk yang satu ini, harus diakui naluri bisnis mereka jalan. Itu terbukti, dengan "mengambil alih" atau membeli atau mengadopsi film horor Asia yang sukses, mereka bisa mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar.
"The Ring" yang digarap sutradara Gore Verbinsky hanya salah satu di antara sejumlah proyek adopsi yang menggelembungkan kocek studio film yang membuatnya. Film ini konon dibuat dengan biaya yang relatif murah dari film Hollywood kebanyakan, hanya sekitar separuh dari standar film berkelas di sana, sekitar 60 juta dolar AS. Namun dalam pemutaran di Amerika saja, film ini sudah mengantongi hampir 120 juta. Padahal film ini tidak memasang aktor atau aktris papan atas kenamaan sebagai jaminan daya tarik. Bahkan bagi penonton di Indonesia, nyaris seluruh pemerannya merupakan wajah yang kurang akrab di sini. Misalnya pasangan pemeran utamanya Naomi Watts dan Martin Henderson, atau bintang cilik David Dorfman. Kalaulah mau disederhanakan, jawabannya adalah penonton film masih gemar dengan cerita misteri, masih gemar ditakut-takuti.
Film dibuka dengan adegan dua mahasiswi, Katie dan Becca yang membahas soal rekaman video yang pernah mereka saksikan saat liburan di sebuah pondok di daerah pegunungan. Bukan rekaman video biasa, karena video yang seperti film eksperimen karya pemula itu menyimpan satu misteri. Betapa tidak, usai menyaksikan video itu, mereka menerima telepon entah dari mana, yang ada hanya suara perempuan kecil yang memperingatkan mereka akan mati dalam waktu tujuh hari. Belum tuntas membahas "ancaman" yang genap seminggu setelah menyaksikan rekaman video itu, teror mulai muncul. Ujung-ujungnya Katie tewas dengan kondisi wajah yang amat ketakutan. Analisa dokter, jantung Katie berhenti mendadak. Satu kasus yang amat sangat mustahil terjadi pada remaja seusianya.
Bukan kebetulan, Katie adalah tetangga Rachel Keller, seorang penulis, wartawati sebuah koran. Lumrahnya naluri wartawan yang selalu ingin tahu, Rachel amat tertarik menyelidiki kasus kematian Katie setelah mendengar cerita dari teman-teman dara remaja itu. Apalagi ternyata pada saat bersamaan dengan kematian Katie, ketiga temannya juga tewas dengan cara berbeda. Benang merahnya, mereka sama-sama pernah menyaksikan rekaman video aneh pada sebuah penginapan bernama Shelter Mountain Hill. Lebih aneh lagi, Aidan, anak Katie kerap melukis orang meninggal. Termasuk melukis Katie yang dikubur, beberapa hari sebelum tragedi itu terjadi.
Maka, dimulailah investigasi sang wartawati. Mau tak mau, ia juga penasaran menyaksikan rekaman video yang membawa petaka itu. Risikonya, ia pun menerima telepon misterius yang sama. Bersama Noah, mantan suaminya yang ahli rekaman video Rachel hanya punya waktu seminggu untuk memecahkan misteri itu, sebelum "maut" menjemput mereka. Dimulailah investigasi mulai dari analisa rekaman video, kepustakaan, mencari lokasi video maut, sampai ke rumah sakit jiwa. Tepat seminggu setelah Rachel dan Noah menyaksikan video maut itu, misteri terkuak. Misteri apakah? Tentu tidak seru kalau harus diungkap tanpa menyaksikan sendiri filmnya.
Meski kemudian Rachel dan Noah berhasil menyingkap misteri itu, teror tak berhenti. Malah Noah kemudian menemui kematian secara tragis. Celakanya, Aidan putra Rachel sempat pula menyaksikan rekman video itu. Aidan pula yang menasehati ibunya. "Kenapa Anda menolongnya? Apakah Anda tidak tahu, dia tidak pernah berhenti. Dia tak pernah tidur". Artinya? Arwah si gadis cilik terus berkeliaran dan akan muncul korban berikutnya.
Sejak awal sampai akhir, "The Ring" sendiri sebenarnya tidak seram-seram amat. Masih jauh lebih membikin tegang dan deg-degan film "Jelangkung" yang membangun suasana seram dengan memainkan kamera, penyinaran, serta ilustrasi musiknya. Dari awal sampai akhir, nyaris tak ada adegan yang membikin jantung berdegup kencang atau membuat bulu kuduk merinding. Lebih dari itu hanyalah rasa penasaran dan tanda tanya, misteri apa sebenarnya yang tengah terjadi. Menjawab rasa penasaran itu ada upaya penyelidikan yang dilakukan seorang tokoh penulis, wartawan, yang memang sudah nalurinya melakukan investigasi atas cerita yang mengundang rasa penasaran.
Lalu apa sebetulnya makna The Ring, yang berarti cincin? Ternyata tak lain gambaran ketika mulut sumur ditutup dengan lempengan batu bundar, yang kalau dilihat dari dalam sumur, menyisakan pinggirn, celah-celah sinar masuk yang tampak seperti sebuah lingkaran cincin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar